Sabtu, 12 Januari 2013

KESENJANGAN BAHASA NENEK DAN CUCU

Ibu saya adalah seorang wanita yang berpendidikan cukup tinggi untuk jamannya. Beliau lulusan sekolah setingkat lanjutan atas pada tahun limapuluhan. Sedangkan cucunya lahir tahun 2000 ke atas. Rentang waktu sekian lama menimbulkan kesenjangan dalam beberapa hal, apalagi jarak usia mereka yang jauh menimbulkan banyak perbedaan seperti pola pikir dan lain-lain.
Dalam hal ini saya ingin menyampaikan kesenjangan bahasa di antara mereka. Ibu lebih sering memakai bahasajawa dalam kesehariannya. Itupun kosa kata yang digunakan beberapa adalah yang sudah jarang dipakai karena dalam percakapan sehari-hari lebih sering dipakai istilah lain.
Misalnya ibu masih menggunakan istilah "dluwang", "bolah", "dian", "dinep", "dibyarke" untuk menyampaikan pesan "kertas", "benang", "ditutup(pintu)", "dihidupkan(lampu)".
Kosa kata yang dipakai ibu sudah jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kata-kata tersebut sudah digantikan kata-kata dari bahasa Indonesia.
Buat cucunya  hal itu menimbulkan ketidak fahaman apa maksud neneknya. Walhasil komunikasipun jadi agak terhambat. Apalagi ditambah pola pikir anak yang masih sangat muda yang masih terfokus pada dirinya sendiri sehingga membiarkan saja hal itu terjadi.
Sebagai pihak penengah dengan harapan melihat hubungan yang akrab antara nenek dan cucu, pendekatan kita adalah memberi tahu pada orang tua bahwa masalah komunikasi harus diperbaiki dengan menggunakan bahasa yang lebih bisa diterima oleh cucu.